Sabtu, 18 Maret 2017

Puisi

Kawanku
Oleh: Grace Steffany S.


Semasa hidupku dahulu kuhabiskan dengannya
Lembaran tipis yang begitu halus
Sinar yang terus memancar
Yang ada padanya

Kuambil lembar demi lembar
Kutata seindah mungkin
Membentuk ruang
Yang besar hampa

Semasa hidupku dahulu kulakukan dengannya
Memberi garis-garis kepada ruang hampa
Membentuk garis penuh rasa
Bersama mereka

Kuberi sentuhan kuat ke jari-jemariku
Kepada kayu ramping yang kokoh
Dengan helai-helai rambut
Yang ada padanya

Semasa hidupku dahulu kuhabiskan dengannya
Dia yang memberi warna  
Kepada ruang yang hampa
Semua kulakukan sendiri bersama mereka

Kayu itu kuarahkan kepada dia
Kepada wadah yang penuh warna itu
Mewarnai lembaran kosong itu
Yang ada dihadapannya

Aku mengasihi mereka 
Yang menemaniku berkarya
Ijinkan aku terus bebas
Untuk menyentuh mereka selalu
Ijinkan aku terus bebas
Menggenggam mereka selalu
Mereka yang memberi keindahan akan kehidupan
Yang sudah lama mengisi kekosongan hidupku
Kawan-kawanku yang setia

Selasa, 31 Januari 2017

Hikayat Gentong dan Raksasa Sakti




Alkisah pada suatu zaman, tersebutlah tiga Putri dari Baginda Raja Lingga yang amat ta'lim dan sholehah terhadap ibunya yang disegani di kerajaan itu. Sang Permaisuri telah lama tidak bersama dengan Ia kerana lama sudah Sang Permaisuri meninggal dunia. Tiga Putri Baginda Raja itu nampak belinyang parasnya. Yang sulung bernama Yodda dengan kaki layaknya kaki rusa. Yang tengah bernama Yossa dan dikenal lah dengan mata sebiru lautan. Dan si bungsu, Warra dengan pinggang bagai pinggang harimau wujudnya. Ketiganya sama sudah dewasa.

Setelah lama waktunya, Sang Pangeran Mulya dari Kerajaan Sawak berhentilah di istana Baginda Raja Lingga hendak mencari pendampingnya. Ketiga putri raja senanglah mereka, akan tetapi Sang Pangeran hanya nak pilih satu untuk dinikahinya. Maka Sang raja beri perintah kepada ketiga anaknya untuk mencari gentong dengan kalung sakti di dalamnya. Konon, kalung itulah yang nak buat suatu kerajaan berjaya selama-lamanya dan kalung itu dijaga ketat oleh raksasa sakti.

Berbekal lah ketiga putri itu dan pergi menuju tempat gentong itu berada. Setelah lama berjalan berhari-hari meninggal lah Putri Warra di perjalanan kerana tidak kuat lagi menahan beban berat dari pinggangnya yang panjang. Maka dua putri lainnya mengubur adik mereka di balik pohon yang hanya satu daunnya dan nampaklah asap pusparagam warnanya, dari balik asap itu muncullah dua ekor ikan dengan sayap rajawali. Maka dua putri itu pergi dengan ikan itu.

Tak lama, sampailah mereka dan terkejut kerana raksasa yang mereka temui hampir sama rupanya dengan Warra berpinggang layaknya harimau dan sangat panjang, matanya merah membara, dan Ia memiliki ekor seperti ekor singa. Dan gentong itu adalah kalung sang raksasa sakti. Raksasa itu besarnya bagai gunung yang menjulang tinggi. Raksasa kaget kerana ada dua manusia tiba-tiba mendatangi dirinya. Kerana merasa terancam, maka mengamuklah ia. Dua putri itu pun bertarung dengan raksasa sakti. Sang raksasa berusaha pun menumbuk Putri Yodda, tetapi melesetlah kerana Yodda dengan kakinya layaknya kaki rusa sangatlah lincah, kemudian raksasa itu ditendang nya pula dan runtuhlah raksasa itu. Lalu, dalam sekejap Putri Yossa menyemburkan air panas dari matanya dan lemahlah raksasa itu. Dua Putri itu sama-sama mengambil gentong itu. Tetapi sang raksasa bangkit dan membunuh Putri Sulung Yodda.

Timbullah amarah Putri Yossa dan menghabisi raksasa itu hingga habis sudah nyawanya. Tubuhnya penuh dengan darah sang raksasa. Lalu, ia mengubur raksasa itu bersama kakaknya di tempat itu. Kemudian, diambilnya lah gentong itu dan dibawa pulang. Putri Yossa menceritakan semua kejadian kepada Baginda Raja Lingga dan menangislah raja sejadi-jadinya. Maka dibakarlah kalung dalam gentong itu dan dalam sekejap terbakarlah seluruh negeri dengan api yang berkobar-kobar layaknya api abadi. 




***

Senin, 30 Januari 2017

Grasi Kepada Warga Asing dengan Narkobanya, Sudah Bijakkah?


Grasi adalah wewenang dari kepala negara untuk memberikan pengampunan terhadap hukuman yang telah dijatuhkan oleh hakim berupa menghapus seluruhnya, sebagian, atau mengubah bentuk hukuman tersebut. Menurut Profesor Van Hattum, Pemberian grasi tidak boleh lagi digunakan sebagai kemurahan hati dari raja atau kepala negara, melainkan grasi harus digunakan untuk meniadakan ketidakadilan yang terjadi, yaitu apabila hukum yang berlaku di dalam pemberlakuannya dapat menjurus pada suatu ketidakadilan. Kepentingan negara juga dapat dipakai sebagai alasan pemberian grasi. Menurut Professor Van Hamel, pengembalian kewenangan hukum yang telah hilang berdasarkan suatu putusan hakim yang sifatnya khusus secara formal merupakan suatu kekhususan dari grasi dalam arti yang sebenarnya. Bijakkah jika Kepala Negara memberi grasi kepada warga negara lain? Boleh-boleh saja asalkan dengan alasan dan konteks yang benar, tentu saja hukum tidak bisa dipermainkan dengan gampang. 

Salah satu contoh yang banyak menarik perhatian dan cukup terkenal yaitu Schapelle Corby. Pemberian grasi dari Presiden SBY kala itu dilakukan karena terpidana didiagnosa mengalami gangguan kejiwaan oleh 2 orang dokter yang berbeda. Terpidana diberi grasi sebanyak lima tahun penjara. Tetapi ternyata alasan pemberian grasi oleh Presiden ternyata berbeda dengan apa yang disampaikan oleh pihak Corby. Menurut Staf Khusus Presiden bidang Hubungan Internasional, Teuku Faizayah, pemberian grasi kepada terpidana kasus narkotika Schapelle L. Corby dilakukan dalam rangka hubungan diplomatik. Dalam kaitan ini, pemerintah berharap adanya asas respirokal dari pihak Australia dan pertimbangan lainnya adalah aspek kemanusiaan. Terkait dengan pemberian pidana tersebut sejatinya dapat diduga bahwa sebenarnya pemberian grasi kepada terpidana narkotika Schapelle Corby di Bali dinilai tidak terlepas dari tekanan diplomasi dari pemerintah Australia.

Secara yuridis pemberian grasi oleh Presiden bertentangan dengan kebijakan pengetataan atau moratorium pemberian remisi kepada napi korupsi, narkotika dan psikotropika, terorisme, dan kejahatan transnasional sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006. Pemberian grasi ini dianggap sebagai bukan langkah yang bijaksana dari seorang presiden dalam hal pemberantasan narkoba di Indonesia. Bahkan, hal ini merupakan kali pertamanyagrasi ini diberikan kepada narapidana narkotika.

Pemberian grasi merupakan kewenangan Presiden yang diberikan oleh UUD 1945. Pemberian grasi dilakukan dengan menerbitkan Keppres pemberian grasi. Mengenai pencabutan suatu Keppres pemberian grasi, harus dilakukan dengan menerbitkan Keppres pencabutannya oleh Presiden. Mengingat bahwa tidak adanya Keppres pencabutan grasi maka, sudah sepatutnya Presiden bijak untuk memberikan hak grasi kepada setiap warga negara baik dalam negeri maupun luar negeri.